Kado tahun baru Hijriyah 1430 bagi warga yang tinggal di Jalur Gaza adalah rudal-rudal yang dijatuhkan tentara Israel. Tentu, kado tersebut merupakan kado terburuk yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Setidaknya, serangan brutal tersebut telah menewaskan 300 orang, dan 1000 orang lainnya luka-luka.
Sementara Israel berjanji akan melancarkan serangannya dalam beberapa hari yang akan datang hingga kekuatan Hamas yang berpusat di Jalur Gaza benar-benar lumpuh. Target utamanya adalah menangkap Pemimpin Hamas, Israel Haniya, dan para petinggi lainnya.
Tentu, dunia mengutuk tindakan Israel. DK PBB pun angkat bicara, meminta Israel agar menghentikan serangan yang menyebabkan jatuhnya korban dari warga sipil tersebut. Tidak ketinggalan pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negeri juga mengutuk aksi tersebut sebagai tindakan yang tidak manusiawi. Bahkan Menteri Kesehatan berencana menggelontorkan bantuan medis senilai 2 milyar rupiah.
Ali Jum’ah, Mufti Mesir, beberapa saat setelah serangan Israel ke Jalur Gaza langsung mengeluarkan fatwa, bahwa serangan tentara Israel merupakan tindakan yang mengingkari kemanusiaan. Jatuhnya korban warga sipil tidak dapat dibenarkan dalam kacamata agama apapun, khususnya Islam. Ia meminta Israel agar mengakhiri segala macam penindasan terhadap warga Palestina di Jalur Gaza (al-Syarq al-Awsat/28).
Faktor Hamas
Hamas merupakan pihak yang selama ini dianggap sebagai ancaman terhadap stabilitas Israel. Di samping, Israel juga menuduh Suriah, Iran dan Hizbullah di Lebanon. Untuk melawan kekuatan tiga kelompok terakhir, tentu bukanlah hal yang mudah. Maka dari itu, menyerang Hamas merupakan pilihan yang paling mungkin dan paling mudah.
Setidaknya ada empat alasan utama memilih Hamas sebagai target utama: Pertama, Hamas dianggap sebagai musuh utama bagi eksistensi Israel. Sejak kemenangan Hamas dalam pemilu dan memegang kendali politik di Palestina, mereka mengeluarkan pernyataan politik dengan tidak mengakui eksistensi Israel sebagai negara yang sah. Mereka memilih untuk memutuskan hubungan dengan Israel dalam bentuk apapun. Tidak ada pintu damai dengan Israel.
Kedua, Hamas diam-diam sedang memperkuat persenjataan mereka, kehususnya dengan dukungan Iran. Rupanya upaya perlawanan Hamas terhadap Israel bukan hanya isapan jempol. Dalam beberapa tahun ke depan, Hamas dianggap sebagai ancaman serius bagi Israel. Faktanya, dalam beberapa minggu terakhir, pihak Hamas telah melancarkan serangan ke Israel Selatan. Setidaknya, satu orang tewas dalam serangan tersebut.
Ketiga, Hamas merupakan kekuatan politik yang paling populer di Palestina, khususnya di Jalur Gaza. Jika dilaksanakan pemilu yang jujur dan bebas, yang rencananya akan digelar pada awal Januari nanti, maka sudah hampir bisa dipastikan Hamas akan menjadi pemenangnya. Sedangkan Fatah, yang dipimpin Mahmud Abbas sudah bisa dipastikan akan mengalami kekalahan, karena mereka dikenal sebagai boneka AS dan Israel. Di samping itu, Fatah dikenal dengan pemerintahan yang korup.
Keempat, Israel sepertinya sudah mengantongi jaminan dari Mesir untuk tidak membuka perbatasan sebagai satu-satunya pintu keluar bagi pemimpin Hamas. Dengan demikian, serangan akan benar-benar efektif untuk menghabisi dan menangkap tokoh-tokoh kunci Hamas.
Jadi, faktor Hamas sangat dominan dalam aksi Israel kali ini. Menurut Ethan Bronner dalam analisanya di harian International Herald Tribune, aksi Israel merupakan aksi balasan terhadap serangan Hamas sekaligus untuk menunjukkan gigi mereka setelah kekalahan memalukan saat melawan Hizbullah.
Maknanya, jika Israel tidak melakukan balasan, maka pihak Hamas dan sekutunya akan menganggap bahwa Israel sebenarnya tidak mempunyai kekuatan apa-apa. Atas alasan itu, menurut Mark Regev, juru bicara Perdana Menteri Ehud Olmert, Israel merasa perlu untuk memberikan peringatan tentang kekuatas Israel yang sesungguhnya.
Mimpi Perdamaian
Kerugian terbesar yang harus dibayar oleh kedua belah pihak, khususnya Israel-Palestina adalah peta damai yang sebenarnya sudah menghitung hari. Di akhir pemerintahan George W. Bush, sebenarnya asa perdamaian hampir menjadi kenyataan. Kedua belah pihak sudah menyepakati perihal kemerdekaan masing-masing, yaitu dua negara dalam satu bangsa. Di samping perlunya gencatan senjata bagi kedua belah pihak dan memulihkan kembali hubungan politik dan ekonomi.
Pasca-serangan Israel ke Jalur Gaza harus dikatakan telah memupuskan harapan semua pihak untuk memuluskan peta damai. Ganjalan utamanya sebenarnya juga terdapat pada masalah politik di internal Palestina. Konflik antara Hamas dan Fatah yang tidak berujung juga menjadi kelemahan tersendiri bagi Palestina. Tidak adanya kemufakatan kedua belah pihak untuk mengedepankan kepentingan masa depan Palestina akan menjadi hambatan serius, terutama untuk menaikkan posisi tawar dan melakukan perlawanan terhadap Israel.
Tidak bisa dimungkiri, faktor AS juga sangat signifikan dalam mengatasi masalah ini. Sudah bisa dipastikan, bahwa Israel tidak akan melakukan tindakan apa-apa jika tidak mendapatkan “restu” dari AS. Bahkan, Obama sekalipun mempunyai perspektif yang lumayan negatif terhadap Hamas. Meskipun terpilihnya Obama disambut positif oleh pihak Hamas, tetapi Obama sendiri memberikan peringatan kepada Hamas agar mengubah sikap politiknya yang dikenal keras, kaku dan menolak negosiasi itu.
Terlepas dari itu semua, jujur harus dikatakan, bahwa serangan Israel terhadap pusat kekuatan Hamas di Jalur Gaza sangat disayangkan dan karenanya harus dikutuk. Banyak warga sipil yang tidak berdosa menjadi korban. Israel telah menghidupkan kembali “macan tidur” radikalisme global. Serangan tersebut dapat dijadikan “dalih” oleh sebagian pihak, bahwa kekerasan dapat diabsahkan sebagai solusi terbaik untuk menyelesaikan kebuntuan politik. Israel seperti yang dulu-dulu adalah mimpi buruk bagi perdamaian dan kemanusiaan.
Leave a comment